Jabat Menteri, Susi Keluarkan Sedikit Kebijakan Tapi Dampaknya Luar Biasa
KORANNEWS , Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Susi Pudjiastuti memang tidak banyak mengeluarkan kebijakan sepanjang jabatannya. Akan tetapi, kebijakannya memberikan dampak yang sangat efektif untuk sektor perikanan dan kelautan.
Dalam pertemuan dengan para pimpinan redaksi media, Susi menceritakan aturan pertama yang diterbitkannya adalah Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56/PERMEN-KP/2014 tentang Penghentian Sementara (moratorium) Perizinan Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.
"Permen ini memang agak rasis karena menyebutkan eks asing. Karena saya ingin awali investigasi panjang dalam perikanan Indonesia. Ada 19 ribu kapal itu nggak mungkin. Saya tanya ke eselon I, bisa nggak dieliminer, bisa eks asing saja. Jadi tidak ada Susi tentukan semena-mena apa yang saya mau," ungkapnya di kantor KKP, Jakarta, Jumat malam (1/4/2016).
Kedua adalah Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 57/Permen-KP/2014 yang merupakan revisi atas Nomor 30/Men/2012 tentang usaha perikanan tangkap di Indonesia. Lewat aturan ini tidak ada lagi praktik transhipment atau bongkar muat barang di tengah laut.
"Sebelumnya saya tanya ke Gubernur Maluku. Itu ternyata ada 13 pelabuhan, nggak ada kapal yang mampir. Semuanya sepi. Karena kapal-kapal itu bongkar muat di tengah laut terus langsung ekspor," jelas Susi.
"Sekarang saya tanya lagi, Gubernurnya cerita kalau sudah ramai. Karena banyak kapal nggak bisa bergerak ke mana-mana," imbuhnya.
Aturan tersebut menurut Susi juga menghindari berbagai aktivitas pelanggaran lainnya, seperti penyelundupan Bahan Bakar Minyak (BBM), narkoba dan barang-barang lainnya.
Ketiga yaitu Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 58/Permen/KP/2014 tentang disiplin pegawai aparatur sipil negara di lingkungan KKP dalam pelaksanaan kebijakan penghentian sementara perizinan usaha perikanan tangkap, alih muatan di laut dan penggunaan nahkoda anak buah kapal asing.
"Ini penting buat disiplin biar kebijakan yang dikeluarkan itu benar-benar dijalankan," tegas Susi.
Keempat, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP) Nomor 1 Tahun 2015 soal pembatasan penangkapan lobster, kepiting dan rajungan.
"Logikanya sederhana, dulu lobster kita 6000-7000 ton sekarang 400 ton. Vietnam sekarang bisa produksi 4000 ton. Karena bibitnya dari Indonesia. Kepiting juga sama, jangan yang bertelur ditangkap, biarkan mereka berkembang biak," paparnya.
Kelima, adalah Peraturan Menteri Kelautan Nomor 2 Tahun 2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.
Hasilnya, Susi menuturkan pertumbuhan sektor perikanan pada kuartal akhir 2014 bisa mencapai 8,2% dan akhir 2015 naik menjadi 8,9% atau berada di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional. "Pada 2016 untuk kuartal I saya mendapat laporan bahwa kemungkinan akan di atas tadi," tegasnya.
Di samping itu, Nilai Tukar Nelayan naik dari 102 menjadi 107 pada 2015. Susi mengakui seharusnya realisasi tersebut bisa lebih tinggi, namun memang sangat bergantung kepada kondisi indeks harga konsumen.
"Itu bukan nelayan Benjina, Mabiru, tapi yang namanya nelayan beneran. Kalau UU sekarang itu nelayan sampai maksimal kapal 60 GT. Kalau dulu 300 GT. Jadi punya kapal dua atau tiga itu masuk nelayan," terang Susi.
Sektor perikanan juga menyumbang deflasi pada beberapa kesempatan, karena harga ikan berhasil turun di tengah harga ayam dan daging sapi melonjak."Bagus atau tidak data itu silakan tanya saja ke ekonom, saya hanya menjalankan tugas," imbuhnya.
Kebijakan tersebut diperhitungkan dengan sangat matang. Susi memang tidak selesai menempuh Sekolah Menengah Atas (SMA), akan tetapi orang yang berada di lingkungan KKP tidak diragukan nilai akademisinya.
"Jadi mau kanan ketemu sarjana, kiri profesor, lurus ada doktor. Kita gudangnya. Paling tidak ada 50-an doktor. Sehingga saya tidak mungkin keluar dari lingkungan akademisi. Kalau saya tidak sarjana ya nggak masalah, tapi kan lingkungan saya itu semuanya akademisi," pungkasnya.
Post Comment
0 comments:
Post a Comment